Bila dilihat dari depan, bangunan berciri khas Cina ini tidak nampak seperti gereja. Bangunan ini, yang sudah berdiri sejak 1850, dulunya adalah rumah seorang Kapitan Cina (orang Tionghoa yang diangkat sebagai kapten lalu dijadikan penguasa setempat oleh Belanda). Kemudian tahun 1950an dibeli oleh biarawan Katolik dan mulai dipakai untuk beribadat. Dikenal sebagai Gereja St Maria Fatima Toasebio karena di situ ada kelenteng tua yang bernama Toa-sai Bio. Yang juga unik dari gereja ini adalah diadakannya ibadat dalam bahasa Mandarin untuk umat yang tinggal di lingkungan pecinan tersebut.
Senin, 27 April 2009
Minggu, 26 April 2009
Musium Fatahillah
Pintu samping
Museum ini terdiri dari banyak ruangan yang memamerkan perabotan-perabotan berupa kursi dan meja bergaya Eropa, berbagai peta kuno dan benda-benda antik peninggalan VOC. Selain itu, juga ada peninggalan sejarah kota Jakarta berupa kapak batu, prasasti, gerabah dan keramik.
ruang rapat
Di halaman luar, kita dapat melihat meriam si jagur yang dianggap keramat, serta patung Hermes si dewa perdagangan dari mitologi Yunani. Di bagian bawah Balai
penjara
Engsel antik dan patung Hermes
Meriam Si Jagur
Saat ini di halaman depan musium dan juga café
Minggu, 19 April 2009
Kampung Sampireun
Kampung Sampireun, yang dalam bahasa Indonesia artinya tempat singgah, adalah resor yang terletak di Kampung Ciparay desa Sukakarya Kecamatan Samarang Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Resor ini terdiri dari 20 buah bungalow, berbentuk rumah panggung yang berciri khas Sunda, yang dibangun mengelilingi sebuah danau buatan. Selain bungalow sebagai tempat menginap, Kampung Sampireun memiliki fasilitas restauran, bale-bale tempat untuk menikmati gorengan di sore hari, dan warung kopi ala kampung sebagai tempat berinteraksinya para tamu.
Setiap bungalow dilengkapi perahu sehingga tamu yang menginap dapat menikmati nuansa Situ Sampireun dengan ditemani oleh ribuan ikan mas ketika berperahu. Selain itu para tamu juga dapat menikmati acara “Calung”, yaitu kesenian tradisional yang dipentaskan setiap sore di atas rakit di tengah situ. Dan pada malam hari para tamu akan di “nina bobo-kan” oleh alunan kecapi suling yang dimainkan langsung oleh grup kesenian yang berkeliling sambil menjajakan“Sekoteng” , minuman tradisional Sunda untuk menghangatkan tubuh.
Senin, 23 Maret 2009
Krizevac
Dalam agama Katolik, ada suatu kegiatan yang disebut dengan Jalan Salib, yaitu mengenangkan kembali peristiwa penyaliban Yesus. Jalan salib ini diadakan secara rutin tiap hari Jumat menjelang Paskah (peristiwa kebangkitan Yesus). Peristiwa penyalibannya dikenangkan kembali dalam 14 tahapan yang disebut stasi, dimulai dari Yesus dihukum mati, Yesus memanggul salib, dan lain-lain, sampai Yesus wafat di salib dan dimakamkan.
Kegiatan jalan salib ini selalu membawa saya pada kenangan akan jalan salib
Krizevac yang artinya gunung salib, dibangun mulai tahun 1933 dan selesai pada tahun 1934. Menurut cerita yang berkembang, pada tahun 1933 Bapa Suci, Paus Pius XI memimpikan adanya sebuah salib di bukit tertinggi di Herzegovina, dan kemudian ditanggapi oleh pastur setempat, yang kemudian bersama-sama umat sekitar berusaha mewujudkannya.
Kini para peziarah berdatangan setiap waktu, pagi sampai siang hari. Tidak pandang usia, dari muda sampai tua, bahkan kakek dan nenek berusaha keras untuk bisa naik sampai ke lokasi salib yang berada di puncak bukit. Mereka saling tolong, yang muda membantu yang tua, mengingat jalannya sangat susah karena terjal dan berbatu-batu. Bahkan ada beberapa tempat yang hampir mustahil untuk dilewati, namun dengan susah payah, bisa juga dilalui.
Saya pun dengan kondisi kaki yang belum benar-benar sembuh dari terkilir, tidak mau kalah dengan orang-orang tua tersebut. Dengan susah payah dan doa yang tak putus-putusnya, dari stasi ke stasi, berhasil juga naik sampai ke puncak.
Tidak bisa dibayangkan bagaimana dulu yang dialami Yesus, sambil memanggul salib, mengalami penyiksaan seanjang jalan, bisa sampai ke bukit Kalvari, tempat Dia disalibkan. Benar-benar suatu pengorbanan untuk kita umatnya.
Bila ingin melihat video mengenai Krizevac bisa lihat link ini http://www.youtube.com/watch?v=ePqXDF6P2CU
Sabtu, 21 Maret 2009
Pohsarang
Gereja Pohsarang dirancang oleh H. Mclaine Pont, seorang arsitek Belanda pada tahun 1930an. Terletak di lereng Gunung Wilis, sekitar 5 km dari kota Kediri.
Memasuki kawasan gereja, seperti memasuki area candi, karena bangunan yang ada, mulai dari gerbang, menara lonceng, gereja dan gua, semuanya didominasi oleh batu bronjol, yang merupakan batu asli dari daerah sekitar.
Kita patut acungkan jempol pada arsitek Belanda tersebut, yang telah berhasil menggali potensi alam dan budaya masyarakat setempat dan kemudian mewujudkannya menjadi suatu gereja yang sangat unik dan membumi. Kesan megah yang biasanya terdapat pada gereja Katolik tidak nampak. Seolah gereja ini berusaha merangkul semua yang ada di lingkungannya, termasuk dalam penggunaan gamelan sebagai alat musik gereja.
Bentuk atap gereja yang melengkung, dengan rangka terbuat dari baja, sebagai tempat genting bertumpu, sangat indah dan memberikan kesan yang mendalam buat saya. Sepanjang misa, tidak henti-hentinya saya mengagumi atapnya.
Altarnya terbuat dari batu yang dipahat. Di bagian belakang altar terdapat relief di dindingnya, seperti yang sering kita jumpai juga di candi-candi. Patung-patung yang ada semuanya terbuat dari batu, menambah keunikan gereja tersebut.
Kami bersama rombongan sampai ke lokasi peziarahan Pohsarang tersebut siang hari dan kemudian menginap di daerah sekitar. Malamnya kami sempat ikut misa dan merasakan suasana doa yang sedikit berbeda dengan yang biasanya kami alami setiap minggunya. Sungguh suatu pengalaman yang tidak terlupakan.
EcoVillage
Berjalan di galangan tidaklah mudah, namun tidak menghambat teman-teman kami untuk sekali lagi memuaskan nafsu narsisnya dengan berfoto ria sepanjang jalan. Suasananya sungguh sangat gembira, seperti anak-anak TK saja layaknya, yang tidak pernah jalan-jalan ke pelosok desa.
Saya kutipkan keterangan tentang EcoVillage di bawah ini :
Sekilas tentang EcoVillage
pemanfaatan energi listrik tenaga angin dan tenaga matahari, hunting photo sunset, kehidupan nelayan, makan sea food segar, hutan bakau, pengamatan burung, home stay, budi daya ikan bandeng, budi daya kepiting, wisata benteng-benteng peninggalan belanda, wisata kesultanan banten lama, wisata bahari
Untuk lebih detilnya bisa dilihat di blog www.indonesianvillage.com
Pada tahap awal sudah terbangun satu home stay bertenaga surya, penangkaran ikan dan budidaya kepiting. Secara bertahap pembangunan fasilitas lain diharapkan selesai terbangun di tahun 2009
Sebelum kembali ke
Situs Banten Lama
Dalam situs kepurbakalaan Banten masih ada beberapa unsur, antara lain Menara Banten, Masjid Pacinan, Benteng Speelwijk, Meriam Kiamuk, Watu Gilang dan pelabuhan perahu Karangantu.
Kesultanan Banten pada masa jayanya meliputi daerah yang sekarang dikenal dengan daerah Serang, Pandeglang, Lebak, dan Tangerang. Sejak abad ke-16 sampai abad ke-19 Banten mempunyai arti dan peranan yang penting dalam penyebaran dan pengembangan Islam di Nusantara, khususnya di daerah Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Sumatra Selatan. Kota Banten terletak di pesisir Selat Sunda dan merupakan pintu gerbang lintas pulau Sumatra dan Jawa.
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Banten merupakan pelabuhan yang besar dan ramai dikunjungi pedagang-pedagang dalam dan luar negri. Dari sanalah sebagian lada dan hasil negri lainnya diekspor. Oleh karena itu, Banten pada masa lalu adalah potret sebuah kota metropolitan dan menjadi pusat perkembangan pemerintahan Kesultanan Banten yang sempat mengalami masa keemasan selama kurang lebih tiga abad.