Senin, 27 April 2009

Gereja Toasebio



Bila dilihat dari depan, bangunan berciri khas Cina ini tidak nampak seperti gereja. Bangunan ini, yang sudah berdiri sejak 1850, dulunya adalah rumah seorang Kapitan Cina (orang Tionghoa yang diangkat sebagai kapten lalu dijadikan penguasa setempat oleh Belanda). Kemudian tahun 1950an dibeli oleh biarawan Katolik dan mulai dipakai untuk beribadat. Dikenal sebagai Gereja St Maria Fatima Toasebio karena di situ ada kelenteng tua yang bernama Toa-sai Bio. Yang juga unik dari gereja ini adalah diadakannya ibadat dalam bahasa Mandarin untuk umat yang tinggal di lingkungan pecinan tersebut.


              

     

pintu gereja dan detil di atasnya

   


detil teralis


ukiran di bawah meja lektor


area altar dengan dominan warna merah



Minggu, 26 April 2009

Musium Fatahillah



Museum Fatahillah, yang dulunya adalah Balai Kota Batavia pada jaman penjajahan Belanda, selesai dibangun pada tahun 1710. Pada tahun 1974, gedung ini diresmikan menjadi Museum Fatahillah atau Museum Batavia atau dikenal juga sebagai Museum Sejarah Jakarta.


Pintu samping

Museum ini terdiri dari banyak ruangan yang memamerkan perabotan-perabotan berupa kursi dan meja bergaya Eropa, berbagai peta kuno dan benda-benda antik peninggalan VOC. Selain itu, juga ada peninggalan sejarah kota Jakarta berupa kapak batu, prasasti, gerabah dan keramik.


ruang rapat



Di halaman luar, kita dapat melihat meriam si jagur yang dianggap keramat, serta patung Hermes si dewa perdagangan dari mitologi Yunani.  Di bagian bawah Balai Kota tersebut ada penjara yang sempit, yang biasanya memuat 50-80 orang tahanan dan kebanyakan dari mereka meninggal karena sesak napas.


penjara


                    

Engsel antik dan patung Hermes


Meriam Si Jagur

Saat ini di halaman depan musium dan juga cafĂ© Batavia menjadi tempat berkumpulnya para wisatawan, baik asing maupun lokal. Pentas kuda lumping yang digelar menambah kemeriahan suasana. Ada pula penyewaan sepeda onthel untuk tamasya keliling Kota Tua. 


            



Minggu, 19 April 2009

Kampung Sampireun



Kampung Sampireun, yang dalam bahasa Indonesia artinya tempat singgah, adalah resor yang terletak di Kampung Ciparay desa Sukakarya Kecamatan Samarang Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Resor ini terdiri dari 20 buah bungalow, berbentuk rumah panggung yang berciri khas Sunda, yang dibangun mengelilingi sebuah danau buatan. Selain bungalow sebagai tempat menginap, Kampung Sampireun memiliki fasilitas restauran, bale-bale tempat untuk menikmati gorengan di sore hari, dan warung kopi ala kampung sebagai tempat berinteraksinya para tamu.

         

Taman yang ada di sekeliling area tersebut ditata dengan asrinya, sesuai dengan konsepnya yaitu ‘back to nature’ sehingga benar-benar terlihat alami. Dominansi pohon-pohon pinus menambah suasana sejuk area dengan kisaran suhu 12°C-18.°C tersebut.

     

Setiap bungalow dilengkapi perahu sehingga tamu yang menginap dapat menikmati nuansa Situ Sampireun dengan ditemani oleh ribuan ikan mas  ketika berperahu. Selain itu para tamu juga dapat menikmati acara  “Calung”, yaitu kesenian tradisional yang dipentaskan setiap sore di atas rakit di tengah situ. Dan pada malam hari para tamu akan di “nina bobo-kan” oleh alunan kecapi suling yang dimainkan langsung oleh grup kesenian yang berkeliling sambil menjajakan“Sekoteng” , minuman tradisional Sunda untuk menghangatkan tubuh.