Sabtu, 21 Maret 2009

Situs Banten Lama

31 Januari lalu, di pagi yang cukup cerah saya bersama teman-teman kantor mengikuti acara ‘ArchitecTour’ yang diadakan oleh IAI Banten (Ikatan Arsitek Indonesia cabang Banten). Kami berangkat dari BSD jam 9 pagi menumpang 2 bis kecil. Rombongan kira-kira terdiri dari 40 orang, kebanyakan adalah anggota IAI Banten sendiri, ditambah beberapa orang dari group lain. Rencananya kami akan mengunjungi situs Banten lama dan EcoVillage. 




Perjalanan ke situs Banten lama memakan waktu kurang lebih 1 jam. Tempat pertama yang kami datangi adalah benteng Surosowan, yang kira-kira luasnya 4 ha. Kami sempat berfoto ria di depan benteng yang merupakan saksi sejarah keberadaan Kesultanan Banten masa lampau. Sayangnya kami tidak bisa masuk ke dalam benteng, di mana terdapat reruntuhan keratonnya, karena juru kuncinya tidak ketemu.

Setelah masing-masing peserta memuaskan nafsu narsisnya, dengan berfoto segala macam gaya di depan benteng, kami melanjutkan perjalanan ke bagian samping benteng, di mana terdapat Mesjid Agung dan musium purbakala.  

    

Dalam situs kepurbakalaan Banten masih ada beberapa unsur, antara lain Menara Banten, Masjid Pacinan, Benteng Speelwijk, Meriam Kiamuk, Watu Gilang dan pelabuhan perahu Karangantu.


Kesultanan Banten pada masa jayanya meliputi daerah yang sekarang dikenal dengan daerah Serang, Pandeglang, Lebak, dan Tangerang. Sejak abad ke-16 sampai abad ke-19 Banten mempunyai arti dan peranan yang penting dalam penyebaran dan pengembangan Islam di Nusantara, khususnya di daerah Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Sumatra Selatan. Kota Banten terletak di pesisir Selat Sunda dan merupakan pintu gerbang lintas pulau Sumatra dan Jawa.

Pelabuhan Sunda Kelapa dan Banten merupakan pelabuhan yang besar dan ramai dikunjungi pedagang-pedagang dalam dan luar negri. Dari sanalah sebagian lada dan hasil negri lainnya diekspor. Oleh karena itu, Banten pada masa lalu adalah potret sebuah kota metropolitan dan menjadi pusat perkembangan pemerintahan Kesultanan Banten yang sempat mengalami masa keemasan selama kurang lebih tiga abad.